Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net
Ogenki desu ka ?

Ni Hao!


Hi! Ogenki desu ka? Ismi Della. Douzo yoroshiku onegaishimasu!

This is my blog. Absolutely, you know that! Sesuai judulnya, blog ini hanya sebagian dari keisengan saya dalam memanfaatkan waktu senggang. Silahkan jelajahi, atau klik tanda "X" di pojok kanan atas, terserah Anda!
Hope you like this! And if you don't, just leave this page, then don't give me a flame!

Fine, no more talking! Just enjoy yourself!

Naruto,Naruto vs Sasuke,Sasuke,Gif

The Couple from Heaven

Ini cerpen yang saya buat saat kelas 3 SMP dan dilombakan. Entah karena apa, cerpen ini bisa mendapat juara. Saya juga bingung! Benar-benar bingung! Padahal ini cerpen yang sangat jelek sekali. Karena itu, selamat membaca (bagi yang bersedia membaca)!




Di antara pekat malam, di antara cuaca yang ditelan hembusan angin kencang, siluet seorang wanita melesat menerjang badai yang kian memburu. Tak dihiraukannya kerikil-kerikil tajam yang menembus kulit kaki telanjangnya. Jilbab putih bersih yang dikenakannya kini telah tak tampak lagi kesucian warnanya. Pakaian muslim anggunnya robek dan compang-camping di semua bagian, ternoda darah dari luka di tubuh putih mulusnya. Namun tetap saja semua itu tak is pedulikan sama sekali. Satu hal yang menjadi menu utama proses kerja otaknya, adalah kata¬-kata dari seorang sahabat suaminya yang terus menerus berdengung di sepasang telinga wanita muda itu.

"Malam ini, tepat ketika jarum jam menunjukkan angka 12, bangunan tempat Fahrama disekap akan diledakkan scat mereka mengadakan pesta untuk itu."

Syahrani mempercepat laju kakinya. Malam ini, tanggal 31 Desember pukul 23.30, adalah setengah-jam terakhir sebelum pergantian tahun. Dan setengah jam terakhir, sebelum terjadi ledakan yang akan merenggut nyawa suaminya.

Dan biadab memang, saat pasukan teroris Yahudi itu malah berpesta pora, ketika seorang wanita memperjuangkan hidup suaminya yang telah berada di batas kehidupannya yang terakhir, dengan ditebus setiap tetes demi tetes darah yang mengalir di nadinya. Ketika raungan pedih manusia yang harus diperdengarkan scat mereka menyaksikan orang-orang berharga mati mengenaskan di hadapan mata. Bukan manusia! Gerombolan teroris itu bukan manusia. Julukan 'iblis' bahkan masih terdengar mulia untuk diberikan pada pasukan itu. Mereka tak lebih dari sekedar makhluk yang tak layak hidup di dunia, atau di alam manapun.

Berhari-hari Syahrani menanti di rumah. Menanti suaminya kembali padanya. Namun penantiannya itu tak kunjung terjawab. Beberapa hari yang lalu, suaminya pergi menyerang pertahanan teroris yang telah menghancurkan kehidupan rakyat di daerah mereka. Anak-anak, wanita, manula, puluhan jiwa melayang sia-sia hanya karena ulah para teroris itu. Fahrama akhirnya ikut serta turun tangan menghadapi para Yahudi itu bersama sahabat-sahabat dan penduduk desa yang lain, Namun hingga saat ini, hingga detik ini pun, Syahrani tak pernah menemukan sosok yang dicintainya itu. Sampai suatu ketika, sahabat-sahabat Fahrama yang dibebaskan dari penyekapan memberitahukan kenyataan perih itu pada Syahrani. Syahrani tak pernah merasa heran mengapa hal itu bisa terjadi. Mengingat Fahrama adalah pemimpin pemberontak yang menyerang kawanan teroris tersebut. Dan kenyataan itulah yang kini mengantarkan Syahrani sampai saat ini.Syahrani terjatuh untuk yang kesekian kalinya. Kakinya sudah terlalu letih untuk menopang tubuhnya setelah beberapa jam berlari sejauh dua kilometer tanpa henti. Namun semua itu tak sanggup mengikis tekad yang sepenuh hati dipertahankan oleh Syahrani untuk tetap berdiri menantang apapun yang menghadang di depan.

Setengah mati, Syahrani berusaha untuk bangkit. Tetapi tidak lebih dari dua puluh detik ia berlari, Syahrani kembali terjatuh tak berdaya. Merasa tubuhnya kini tak lagi kokoh untuk terus berlari, ia merangkak melewati ganasnya hutan di sana. Secercah warna hadir di wajah cantiknya yang kini tampak lelah dan lusuh. Saat ditemukannya sebuah bangunan besar dan tua di hadapannya. Semua sesuai dengan petunjuk yang diberikan para sahabat Fahrama yang bebas dari penyergapan. Dan memang, Allah selalu berada di pihaknya. Petunjuk-Nya menuntun Syahrani untuk terus bertahan hingga takdir membawanya ke pangkuan suaminya lagi.

Di tengah tanah berumput di antara hutan itu, berdiri kokoh dua bangunan yang terletak tidak berjauhan satu sama lain. Di satu sisi, bangunan yang ia yakini sebagai tempat Fahrama dikurung saat ini. Sugesti ini muncul begitu saja saat terlihat olehnya, dua orang pria berbadan kekar yang berdiri dengan wajah sangar di depan pintu gudang tua itu. Seolah mampu menghalau siapapun yang memiliki nyali untuk bertingkah di hadapan mereka.
Dan di sisi lainnya, bangunan tua bergaya klasik yang tentu sangat kentara keadaannya dengan bangunan di dekatnya. Dada Syahrani seakan tertohok dengan sesuatu yang menyakitkan, saat ditangkapnya pemandangan yang memedihkan di sana. Di mana kaum-kaum teroris Yahudi itu tengah melarutkan diri mereka dalam pesta hura. Berteriak senang dalam malam yang gulita, dan kesunyian hutan yang mencekam. Di saat hidup suaminya di dalam gudang yang lain bahkan tak tertebak keadaannya. Tak berperasaan memang. Sangat. Bahkan Syahrani menyangsikan kalau mereka hidup dengan dianugerahkan hati dan nurani.

"Setan! Setan! Setan kalian semua!!", desis Syahrani, "Bersenang-senanglah kalian melihat kami menderita di dunia, lalu kami akan bahagia melihat kalian menjerit dan membusuk di neraka!".

Sepasang mata Syahrani mengedar ke segala penjuru. Mencari apapun yang dapat dijadikannya alat untuk bergerak mendekat. Dan gelap yang menerkam rupanya talk berhasil banyak membutakan mata Syahrani yang masih bekerja dengan sangat baik. Mata abu-abu cantiknya menemukan seuntai kawat berduri yang teronggok di dekatnya. Syahrani bergerak dengan cepat namun hati-hati. Tangan putihnya mengambil kawat itu kasar, tak mengindahkan darah segar yang mengalir dari kulitnya yang tertembus duri-duri tajam.

Syahrani terdiam sejenak. Mencari celah untuknya bergerak. Dan sesaat kemudian, Syahrani cepat bangkit, dengan rasa hati-hati yang tak tertinggal. Lalu melangkah mendekati gedung di mana Fahrama disekap. Sama sekali melupakan luka maupun rasa lelah yang entah kenapa hanyut seketika.

Kedua kaki semampainya bergerak hati-hati, terus melangkah mendekati sang bangunan. Kali ini, rupanya Syahrani harus mengucapkan terima kasih berkali¬-kali pada gelapnya malam, yang sementara waktu sanggup membutakan mata para penjaga yang bersiaga tepat di depan pintu gudang.

Syahrani terus bergerilya di sana. Berkali-kali sosoknya nyaris tertangkap karena pendengaran kedua pria sangar itu nampaknya sama sekali tak terusik pekatnya malam. Namun tetap saja tak satu pun dari mereka, menyadari kehadiran bayang-bayang seorang wanita yang diam-diam mendekat.

Kini Syahrani berada tepat di belakang kedua laki-laki kokoh itu. Tangannya yang sejak tadi menggenggam kawat, telah bersiap-siap di belakang leher salah seorang lelaki penjaga. Secepat tangannya beraksi, secepat kawat itu melilit leher si pria. Darah segar muncrat di wajah cantik Syahrani, dan mengalir di leher laki-laki itu, karena duri-duri yang menancap dalam di bagian vital itu. Seketika, tubuh kekarnya roboh ke tanah, yang kini telah mulai basah dibanjiri darah.

Menyadari seseorang tengah menyerang mereka, lelaki yang lainnya segera saja menyerbu Syahrani secara membRama buta. Lengan besarnya mengapit kuat leher Syahrani. Wanita itu tampak meringis menahan sakit. la meronta, berusaha keras meloloskan diri. Namun ternyata tenaganya tak cukup untuk itu.

Di tengah usahanya menghadang maut, Syahrani meraba sebuah benda yang tertancap di celana si pria. Belati. Sekali lagi, Allah telah menjauhkannya dari kematiannya yang sia-sia. Syahrani mencoba sekuat mungkin meraih belati itu. Dan langsung mencabutnya saat tangannya berhasil menggapai benda tersebut. Tanpa menunggu atau berkata-kata lagi, Syahrani melayangkan sang belati cepat, hingga akhirnya mendarat di leher laki-laki kekar. Lagi, tangan putihnya ternoda darah si Yahudi. Seakan dalam gerak lambat, apitan lengan laki-laki itu merenggang, ia terdiam, berhenti bergerak, lalu ambruk ke tanah. Menyusul jiwa temannya yang melayang menuju neraka paling dasar dan kelam.

Seketika, otot-otot dan persendian Syahrani melemas. la jatuh terduduk. Wajahnya tertunduk. Lalu beberapa tetes air mata jatuh dari matanya. Ini adalah pertama kali tangannya terciprat darah manusia. Darah teroris. Darah setan. Syahrani sangat berharap, jiwanya takkan terciprat dengan lumuran dosa yang bersarang di raga manusia yang dibunuhnya. Tidak. Bukan membunuh. Tapi melawan iblis yang mengancam kehidupannya, dan kehidupan seluruh kaumnya.

"Astagfirullahal'adzim..", mulutnya melontarkan istigfar yang menyayat, sedang kedua matanya terus menerus memproduksi air yang bening nan menghangatkan.

Syahrani segera menyeka air mata yang bertengger di wajahnya. Kemudian melirik jam tangan yang melingkar di tangan salah seorang pria yang kini tubuhnya teronggok tak bernyawa di dekatnya. Jam 23.45. Lima belas menit lagi menunggu kehancuran suaminya.

Syahrani baru saja berniat untuk bangkit, saat ditemukannya sebuah kunci yang tergantung di celana seorang pria yang tewas di sana, Tangannya bergerak untuk menggapai kunci itu. Dan satu benda fagi yang seketika membuat pergerakannya seolah terhenti. Sebuah granat. Yang menggantung di dekat kunci, yang diyakininya sebagai kunci pintu gudang. Syahrani meraih kedua benda itu. Dan memasukkan granat ke dalam saku pakaian muslimnya.

Syahrani beranjak. Kemudian menghampiri pintu gudang yang tertutup rapat. Sebuah gembok besi yang terkunci menggantung di sana. Syahrani membuka gembok itu menggunakan kunci yang didapatkannya. Lalu melepaskan rantai besar yang melintang di pintu.

Hati-hati, Syahrani membuka pintu gudang besar itu. Dan kemudian kembali menutupnya perlahan sesaat setelah ia memasuki bangunan tua tersebut. Mata abunya menemukan sosok itu. Sosok yang sangat disayanginya terduduk lemah dengan kondisi yang amat mengenaskan. Ada sesuatu yang menusuk-nusuk bagian belakang mata Syahrani saat melihat keadaan suaminya. Tubuh yang dahulu kokoh itu kini dililit kawat tajam yang berduri. Tak sedikitpun bagian tubuhnya yang tidak ternoda luka dan terciprat darah. Dan satu hal yang paling mengiris hati Syahrani. Adalah saat matanya mendapati kedua kaki Fahrama yang mengalirkan darah segar, dipotong tepat pada bagian pergelangannya.

"RAMA!!", seru Syahrani seraya berlari ke arah Fahrama. Dilihatnya Fahrama yang menunduk , berusaha mendongakkan kepalanya.

"Rani?!", sahut Fahrama lemah, namun ada nada senang dan lega yang berbaur dalam suara seraknya. Saat menemukan sosok bidadarinya yang amat kacau, kini tengah hadir di depan matanya.

"Astagfirullah!! Kenapa Rama sampai seperti ini?!", sahut Syahrani histeris setelah menjatuhkan diri di samping suaminya. Air matanya kini benar-benar telah meleleh.

Fahrama tahu, ia tak harus menjawab pertanyaan yang dilontarkan istrinya. Syahrani pastilah hapal siapa yang meluluhlantahkan pertahanan kuat yang dibangun suaminya selama ini. Fahrama hanya terdiam sejenak. Membiarkan air mata istrinya jatuh tetes demi tetes.

"Teroris-teroris itu…yang membuatku begini.", gumamnya kemudian.

"Biadab!", bisik Syahrani, "Biadab mereka…iblis la'natullah (yang dilaknat Allah)!!!".

"Sudahlah, Rani!", sela Fahrama, "Sesungguhnya Allah akan membalas semuanya di akhirat."

Syahrani mengangguk pedih. Lalu menyentuh lembut wajah tampan Fahrama yang dipenuhi luka dan darah.

Fahrama tampak menikmati sentuhan itu. Sungguh suatu kenikmatan yang telah lama tak ia temukan. Fahrama ingin sekali, menikmati keteduhan itu lebih lama. Sangat ingin.

"Rani...", bisik Fahrama, "Kenapa Rani bisa sampai ke sini? Kenapa Rani tidak menunggu saja di rumah?".

"Tindakan bodoh! Aku sudah lelah menunggu di rumah! Mari kita pulang sekarang, Rama!", ucap Syahrani lirih.

"Tetapi aku sendiri tidak bisa keluar dari sini. Aku tak bisa lagi bersamamu. Mungkin saja....aku akan mati di sini.", nada suara Fahrama terdengar putus asa.

" Kalau Rama benar-benar harus mati, aku akan tetap ikut Rama...", tekad Syahrani.

"Tapi, Rani....", sergah Fahrama.

"Dengar, aku takkan pernah meninggalkan Rama!", Syahrani bersikeras, dikecupnya kening sang suami dengan penuh kelembutan.

Fahrama tertegun mendengar pernyataan itu. la menyandarkan kepalanya pedih di bahu Syahrani. Seakan tak pernah mau dipisahkan oleh takdir dengan istrinya. Namun seketika itu juga, matanya menemukan sesuatu yang tersembunyi di balik kantong pakaian Syahrani.

"Rani...", sahut Fahrama sembari menegakkan kepalanya lagi, "Untuk apa granat itu?".

"Aku bermaksud membom tempat ini bersama seluruh Yahudi itu setelah kita keluar dari sini.", jelas Syahrani.

"Kapan itu akan dilakukan?", tanya Fahrama.

"Entahlah....tetapi setelah kita keluar dari sini.", jawab Syahrani.

"Bagaimana kalau sekarang?"

"A, apa maksudmu?", Syahrani terbelalak begitu mendengar rencana yang meluncur begitu saja dari mulut suaminya.

"Tak ada waktu lagi untuk kita keluar dari sini. Beberapa menit lagi, tempat ini akan diledakkan oleh kawanan Yahudi itu. Dan kita akan mati sia-sia di sini. Daripada hal itu terjadi, lebih baik kita mati bersama para teroris itu. Dengan begitu, para penduduk dan seluruh umat Islam akan terbebas dari ancaman. ", ujar Fahrama.

Syahrani nampak terdiam. Otaknya terlalu sibuk mengakumulasi rentetan kata suaminya.

"Rani....", bisik Fahrama saat menemukan istrinya membungkam, "Bukankah kamu akan berbuat apa saja untuk tetap bersamaku? Walaupun itu adalah kematian? Apa kamu keberatan?"

“Rama, tapi…”

“Apa kamu percaya padaku?”

Segurat senyum tersungging di wajah Syahrani. Fahrama menatapnya sesaat. Memandang keagungan Allah yang terwakilkan dari keindahan ciptaan-Nya. Mengagumi betapa terampil tangan-Nya dalam mencipta lekukan indah yang menjelma menjadi sosok cantik di hadapannya.

"Tentu! Aku akan terus ada bersama kamu. Meski sampai ke akhirat. Meski harus mati!", lirih Syahrani sambil menatap lurus wajah tampan Fahrama. Hingga kejelasannya kabur terhalang air mata. “Insyaallah, Allah akan mempertemukan kita kembali di surga.”, Syahrani kembali tersenyum, Fahrama membalasnya dengan kecupan yang hangat di kening Syahrani. Kecupan terakhir.

Syahrani merogoh kantong pakaian muslimnya. Dan mengeluarkan sebuah granat dari sana. Syahrani menatap suaminya sekilas. Fahrama mengangguk yakin. Lalu Syahrani mencabut kunci yang tertancap di granat yang digenggamnya. Melemparnya ke ratusan dinamit yang tertumpuk di sudut ruangan. Dan kemudian merengkuh Fahrama dalam pelukan yang sangat erat. Seolah tak pernah mau dilepaskan lagi. Fahrama pun tampak pasrah di pelukan Syahrani. Keduanya memejamkan mata.

Detik demi detik berlalu. Kemudian terjadi ledakan yang amat dahsyat, menimbulkan kebisingan dan kehancuran yang luar biasa. Semuanya luluh lantah. Tak ada yang tersisa. Syahrani dan Fahrama telah hancur bersama para teroris Yahudi beserta persenjataannya. Setelah sebelumnya mereka merasakan kegelapan yang pekat, syahdu, dan sunyi.

Inalillahi wa inna illaihi raji'un…

Kau tahu? Pepatah mengatakan “pengorbanan, adalah sesuatu yang paling berharga”. Ketika cinta dua orang insan yang bahkan bumi dan langit pun senantiasa merestuinya mesti dipisahkan di dunia, cinta yang murni dan berlandaskan Tuhan, akan kembali dipertemukan disertai cinta dan kasih-Nya di surga. Dan cinta yang tulus juga disertai pengorbanan, akan selalu abadi di atas semuanya. “Cinta Pasangan Dari Surga”.


“Aku mencintaimu atas nama Tuhanku, maka izinkan aku bersanding denganmu atas nama Tuhanku pula..”




by : Della Annissa Permatasari
2008

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Angry Birds