Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net
Ogenki desu ka ?

Ni Hao!


Hi! Ogenki desu ka? Ismi Della. Douzo yoroshiku onegaishimasu!

This is my blog. Absolutely, you know that! Sesuai judulnya, blog ini hanya sebagian dari keisengan saya dalam memanfaatkan waktu senggang. Silahkan jelajahi, atau klik tanda "X" di pojok kanan atas, terserah Anda!
Hope you like this! And if you don't, just leave this page, then don't give me a flame!

Fine, no more talking! Just enjoy yourself!

Naruto,Naruto vs Sasuke,Sasuke,Gif

The Couple from Heaven

Ini cerpen yang saya buat saat kelas 3 SMP dan dilombakan. Entah karena apa, cerpen ini bisa mendapat juara. Saya juga bingung! Benar-benar bingung! Padahal ini cerpen yang sangat jelek sekali. Karena itu, selamat membaca (bagi yang bersedia membaca)!




Di antara pekat malam, di antara cuaca yang ditelan hembusan angin kencang, siluet seorang wanita melesat menerjang badai yang kian memburu. Tak dihiraukannya kerikil-kerikil tajam yang menembus kulit kaki telanjangnya. Jilbab putih bersih yang dikenakannya kini telah tak tampak lagi kesucian warnanya. Pakaian muslim anggunnya robek dan compang-camping di semua bagian, ternoda darah dari luka di tubuh putih mulusnya. Namun tetap saja semua itu tak is pedulikan sama sekali. Satu hal yang menjadi menu utama proses kerja otaknya, adalah kata¬-kata dari seorang sahabat suaminya yang terus menerus berdengung di sepasang telinga wanita muda itu.

"Malam ini, tepat ketika jarum jam menunjukkan angka 12, bangunan tempat Fahrama disekap akan diledakkan scat mereka mengadakan pesta untuk itu."

Syahrani mempercepat laju kakinya. Malam ini, tanggal 31 Desember pukul 23.30, adalah setengah-jam terakhir sebelum pergantian tahun. Dan setengah jam terakhir, sebelum terjadi ledakan yang akan merenggut nyawa suaminya.

Dan biadab memang, saat pasukan teroris Yahudi itu malah berpesta pora, ketika seorang wanita memperjuangkan hidup suaminya yang telah berada di batas kehidupannya yang terakhir, dengan ditebus setiap tetes demi tetes darah yang mengalir di nadinya. Ketika raungan pedih manusia yang harus diperdengarkan scat mereka menyaksikan orang-orang berharga mati mengenaskan di hadapan mata. Bukan manusia! Gerombolan teroris itu bukan manusia. Julukan 'iblis' bahkan masih terdengar mulia untuk diberikan pada pasukan itu. Mereka tak lebih dari sekedar makhluk yang tak layak hidup di dunia, atau di alam manapun.

Berhari-hari Syahrani menanti di rumah. Menanti suaminya kembali padanya. Namun penantiannya itu tak kunjung terjawab. Beberapa hari yang lalu, suaminya pergi menyerang pertahanan teroris yang telah menghancurkan kehidupan rakyat di daerah mereka. Anak-anak, wanita, manula, puluhan jiwa melayang sia-sia hanya karena ulah para teroris itu. Fahrama akhirnya ikut serta turun tangan menghadapi para Yahudi itu bersama sahabat-sahabat dan penduduk desa yang lain, Namun hingga saat ini, hingga detik ini pun, Syahrani tak pernah menemukan sosok yang dicintainya itu. Sampai suatu ketika, sahabat-sahabat Fahrama yang dibebaskan dari penyekapan memberitahukan kenyataan perih itu pada Syahrani. Syahrani tak pernah merasa heran mengapa hal itu bisa terjadi. Mengingat Fahrama adalah pemimpin pemberontak yang menyerang kawanan teroris tersebut. Dan kenyataan itulah yang kini mengantarkan Syahrani sampai saat ini.Syahrani terjatuh untuk yang kesekian kalinya. Kakinya sudah terlalu letih untuk menopang tubuhnya setelah beberapa jam berlari sejauh dua kilometer tanpa henti. Namun semua itu tak sanggup mengikis tekad yang sepenuh hati dipertahankan oleh Syahrani untuk tetap berdiri menantang apapun yang menghadang di depan.

Setengah mati, Syahrani berusaha untuk bangkit. Tetapi tidak lebih dari dua puluh detik ia berlari, Syahrani kembali terjatuh tak berdaya. Merasa tubuhnya kini tak lagi kokoh untuk terus berlari, ia merangkak melewati ganasnya hutan di sana. Secercah warna hadir di wajah cantiknya yang kini tampak lelah dan lusuh. Saat ditemukannya sebuah bangunan besar dan tua di hadapannya. Semua sesuai dengan petunjuk yang diberikan para sahabat Fahrama yang bebas dari penyergapan. Dan memang, Allah selalu berada di pihaknya. Petunjuk-Nya menuntun Syahrani untuk terus bertahan hingga takdir membawanya ke pangkuan suaminya lagi.

Di tengah tanah berumput di antara hutan itu, berdiri kokoh dua bangunan yang terletak tidak berjauhan satu sama lain. Di satu sisi, bangunan yang ia yakini sebagai tempat Fahrama dikurung saat ini. Sugesti ini muncul begitu saja saat terlihat olehnya, dua orang pria berbadan kekar yang berdiri dengan wajah sangar di depan pintu gudang tua itu. Seolah mampu menghalau siapapun yang memiliki nyali untuk bertingkah di hadapan mereka.
Dan di sisi lainnya, bangunan tua bergaya klasik yang tentu sangat kentara keadaannya dengan bangunan di dekatnya. Dada Syahrani seakan tertohok dengan sesuatu yang menyakitkan, saat ditangkapnya pemandangan yang memedihkan di sana. Di mana kaum-kaum teroris Yahudi itu tengah melarutkan diri mereka dalam pesta hura. Berteriak senang dalam malam yang gulita, dan kesunyian hutan yang mencekam. Di saat hidup suaminya di dalam gudang yang lain bahkan tak tertebak keadaannya. Tak berperasaan memang. Sangat. Bahkan Syahrani menyangsikan kalau mereka hidup dengan dianugerahkan hati dan nurani.

"Setan! Setan! Setan kalian semua!!", desis Syahrani, "Bersenang-senanglah kalian melihat kami menderita di dunia, lalu kami akan bahagia melihat kalian menjerit dan membusuk di neraka!".

Sepasang mata Syahrani mengedar ke segala penjuru. Mencari apapun yang dapat dijadikannya alat untuk bergerak mendekat. Dan gelap yang menerkam rupanya talk berhasil banyak membutakan mata Syahrani yang masih bekerja dengan sangat baik. Mata abu-abu cantiknya menemukan seuntai kawat berduri yang teronggok di dekatnya. Syahrani bergerak dengan cepat namun hati-hati. Tangan putihnya mengambil kawat itu kasar, tak mengindahkan darah segar yang mengalir dari kulitnya yang tertembus duri-duri tajam.

Syahrani terdiam sejenak. Mencari celah untuknya bergerak. Dan sesaat kemudian, Syahrani cepat bangkit, dengan rasa hati-hati yang tak tertinggal. Lalu melangkah mendekati gedung di mana Fahrama disekap. Sama sekali melupakan luka maupun rasa lelah yang entah kenapa hanyut seketika.

Kedua kaki semampainya bergerak hati-hati, terus melangkah mendekati sang bangunan. Kali ini, rupanya Syahrani harus mengucapkan terima kasih berkali¬-kali pada gelapnya malam, yang sementara waktu sanggup membutakan mata para penjaga yang bersiaga tepat di depan pintu gudang.

Syahrani terus bergerilya di sana. Berkali-kali sosoknya nyaris tertangkap karena pendengaran kedua pria sangar itu nampaknya sama sekali tak terusik pekatnya malam. Namun tetap saja tak satu pun dari mereka, menyadari kehadiran bayang-bayang seorang wanita yang diam-diam mendekat.

Kini Syahrani berada tepat di belakang kedua laki-laki kokoh itu. Tangannya yang sejak tadi menggenggam kawat, telah bersiap-siap di belakang leher salah seorang lelaki penjaga. Secepat tangannya beraksi, secepat kawat itu melilit leher si pria. Darah segar muncrat di wajah cantik Syahrani, dan mengalir di leher laki-laki itu, karena duri-duri yang menancap dalam di bagian vital itu. Seketika, tubuh kekarnya roboh ke tanah, yang kini telah mulai basah dibanjiri darah.

Menyadari seseorang tengah menyerang mereka, lelaki yang lainnya segera saja menyerbu Syahrani secara membRama buta. Lengan besarnya mengapit kuat leher Syahrani. Wanita itu tampak meringis menahan sakit. la meronta, berusaha keras meloloskan diri. Namun ternyata tenaganya tak cukup untuk itu.

Di tengah usahanya menghadang maut, Syahrani meraba sebuah benda yang tertancap di celana si pria. Belati. Sekali lagi, Allah telah menjauhkannya dari kematiannya yang sia-sia. Syahrani mencoba sekuat mungkin meraih belati itu. Dan langsung mencabutnya saat tangannya berhasil menggapai benda tersebut. Tanpa menunggu atau berkata-kata lagi, Syahrani melayangkan sang belati cepat, hingga akhirnya mendarat di leher laki-laki kekar. Lagi, tangan putihnya ternoda darah si Yahudi. Seakan dalam gerak lambat, apitan lengan laki-laki itu merenggang, ia terdiam, berhenti bergerak, lalu ambruk ke tanah. Menyusul jiwa temannya yang melayang menuju neraka paling dasar dan kelam.

Seketika, otot-otot dan persendian Syahrani melemas. la jatuh terduduk. Wajahnya tertunduk. Lalu beberapa tetes air mata jatuh dari matanya. Ini adalah pertama kali tangannya terciprat darah manusia. Darah teroris. Darah setan. Syahrani sangat berharap, jiwanya takkan terciprat dengan lumuran dosa yang bersarang di raga manusia yang dibunuhnya. Tidak. Bukan membunuh. Tapi melawan iblis yang mengancam kehidupannya, dan kehidupan seluruh kaumnya.

"Astagfirullahal'adzim..", mulutnya melontarkan istigfar yang menyayat, sedang kedua matanya terus menerus memproduksi air yang bening nan menghangatkan.

Syahrani segera menyeka air mata yang bertengger di wajahnya. Kemudian melirik jam tangan yang melingkar di tangan salah seorang pria yang kini tubuhnya teronggok tak bernyawa di dekatnya. Jam 23.45. Lima belas menit lagi menunggu kehancuran suaminya.

Syahrani baru saja berniat untuk bangkit, saat ditemukannya sebuah kunci yang tergantung di celana seorang pria yang tewas di sana, Tangannya bergerak untuk menggapai kunci itu. Dan satu benda fagi yang seketika membuat pergerakannya seolah terhenti. Sebuah granat. Yang menggantung di dekat kunci, yang diyakininya sebagai kunci pintu gudang. Syahrani meraih kedua benda itu. Dan memasukkan granat ke dalam saku pakaian muslimnya.

Syahrani beranjak. Kemudian menghampiri pintu gudang yang tertutup rapat. Sebuah gembok besi yang terkunci menggantung di sana. Syahrani membuka gembok itu menggunakan kunci yang didapatkannya. Lalu melepaskan rantai besar yang melintang di pintu.

Hati-hati, Syahrani membuka pintu gudang besar itu. Dan kemudian kembali menutupnya perlahan sesaat setelah ia memasuki bangunan tua tersebut. Mata abunya menemukan sosok itu. Sosok yang sangat disayanginya terduduk lemah dengan kondisi yang amat mengenaskan. Ada sesuatu yang menusuk-nusuk bagian belakang mata Syahrani saat melihat keadaan suaminya. Tubuh yang dahulu kokoh itu kini dililit kawat tajam yang berduri. Tak sedikitpun bagian tubuhnya yang tidak ternoda luka dan terciprat darah. Dan satu hal yang paling mengiris hati Syahrani. Adalah saat matanya mendapati kedua kaki Fahrama yang mengalirkan darah segar, dipotong tepat pada bagian pergelangannya.

"RAMA!!", seru Syahrani seraya berlari ke arah Fahrama. Dilihatnya Fahrama yang menunduk , berusaha mendongakkan kepalanya.

"Rani?!", sahut Fahrama lemah, namun ada nada senang dan lega yang berbaur dalam suara seraknya. Saat menemukan sosok bidadarinya yang amat kacau, kini tengah hadir di depan matanya.

"Astagfirullah!! Kenapa Rama sampai seperti ini?!", sahut Syahrani histeris setelah menjatuhkan diri di samping suaminya. Air matanya kini benar-benar telah meleleh.

Fahrama tahu, ia tak harus menjawab pertanyaan yang dilontarkan istrinya. Syahrani pastilah hapal siapa yang meluluhlantahkan pertahanan kuat yang dibangun suaminya selama ini. Fahrama hanya terdiam sejenak. Membiarkan air mata istrinya jatuh tetes demi tetes.

"Teroris-teroris itu…yang membuatku begini.", gumamnya kemudian.

"Biadab!", bisik Syahrani, "Biadab mereka…iblis la'natullah (yang dilaknat Allah)!!!".

"Sudahlah, Rani!", sela Fahrama, "Sesungguhnya Allah akan membalas semuanya di akhirat."

Syahrani mengangguk pedih. Lalu menyentuh lembut wajah tampan Fahrama yang dipenuhi luka dan darah.

Fahrama tampak menikmati sentuhan itu. Sungguh suatu kenikmatan yang telah lama tak ia temukan. Fahrama ingin sekali, menikmati keteduhan itu lebih lama. Sangat ingin.

"Rani...", bisik Fahrama, "Kenapa Rani bisa sampai ke sini? Kenapa Rani tidak menunggu saja di rumah?".

"Tindakan bodoh! Aku sudah lelah menunggu di rumah! Mari kita pulang sekarang, Rama!", ucap Syahrani lirih.

"Tetapi aku sendiri tidak bisa keluar dari sini. Aku tak bisa lagi bersamamu. Mungkin saja....aku akan mati di sini.", nada suara Fahrama terdengar putus asa.

" Kalau Rama benar-benar harus mati, aku akan tetap ikut Rama...", tekad Syahrani.

"Tapi, Rani....", sergah Fahrama.

"Dengar, aku takkan pernah meninggalkan Rama!", Syahrani bersikeras, dikecupnya kening sang suami dengan penuh kelembutan.

Fahrama tertegun mendengar pernyataan itu. la menyandarkan kepalanya pedih di bahu Syahrani. Seakan tak pernah mau dipisahkan oleh takdir dengan istrinya. Namun seketika itu juga, matanya menemukan sesuatu yang tersembunyi di balik kantong pakaian Syahrani.

"Rani...", sahut Fahrama sembari menegakkan kepalanya lagi, "Untuk apa granat itu?".

"Aku bermaksud membom tempat ini bersama seluruh Yahudi itu setelah kita keluar dari sini.", jelas Syahrani.

"Kapan itu akan dilakukan?", tanya Fahrama.

"Entahlah....tetapi setelah kita keluar dari sini.", jawab Syahrani.

"Bagaimana kalau sekarang?"

"A, apa maksudmu?", Syahrani terbelalak begitu mendengar rencana yang meluncur begitu saja dari mulut suaminya.

"Tak ada waktu lagi untuk kita keluar dari sini. Beberapa menit lagi, tempat ini akan diledakkan oleh kawanan Yahudi itu. Dan kita akan mati sia-sia di sini. Daripada hal itu terjadi, lebih baik kita mati bersama para teroris itu. Dengan begitu, para penduduk dan seluruh umat Islam akan terbebas dari ancaman. ", ujar Fahrama.

Syahrani nampak terdiam. Otaknya terlalu sibuk mengakumulasi rentetan kata suaminya.

"Rani....", bisik Fahrama saat menemukan istrinya membungkam, "Bukankah kamu akan berbuat apa saja untuk tetap bersamaku? Walaupun itu adalah kematian? Apa kamu keberatan?"

“Rama, tapi…”

“Apa kamu percaya padaku?”

Segurat senyum tersungging di wajah Syahrani. Fahrama menatapnya sesaat. Memandang keagungan Allah yang terwakilkan dari keindahan ciptaan-Nya. Mengagumi betapa terampil tangan-Nya dalam mencipta lekukan indah yang menjelma menjadi sosok cantik di hadapannya.

"Tentu! Aku akan terus ada bersama kamu. Meski sampai ke akhirat. Meski harus mati!", lirih Syahrani sambil menatap lurus wajah tampan Fahrama. Hingga kejelasannya kabur terhalang air mata. “Insyaallah, Allah akan mempertemukan kita kembali di surga.”, Syahrani kembali tersenyum, Fahrama membalasnya dengan kecupan yang hangat di kening Syahrani. Kecupan terakhir.

Syahrani merogoh kantong pakaian muslimnya. Dan mengeluarkan sebuah granat dari sana. Syahrani menatap suaminya sekilas. Fahrama mengangguk yakin. Lalu Syahrani mencabut kunci yang tertancap di granat yang digenggamnya. Melemparnya ke ratusan dinamit yang tertumpuk di sudut ruangan. Dan kemudian merengkuh Fahrama dalam pelukan yang sangat erat. Seolah tak pernah mau dilepaskan lagi. Fahrama pun tampak pasrah di pelukan Syahrani. Keduanya memejamkan mata.

Detik demi detik berlalu. Kemudian terjadi ledakan yang amat dahsyat, menimbulkan kebisingan dan kehancuran yang luar biasa. Semuanya luluh lantah. Tak ada yang tersisa. Syahrani dan Fahrama telah hancur bersama para teroris Yahudi beserta persenjataannya. Setelah sebelumnya mereka merasakan kegelapan yang pekat, syahdu, dan sunyi.

Inalillahi wa inna illaihi raji'un…

Kau tahu? Pepatah mengatakan “pengorbanan, adalah sesuatu yang paling berharga”. Ketika cinta dua orang insan yang bahkan bumi dan langit pun senantiasa merestuinya mesti dipisahkan di dunia, cinta yang murni dan berlandaskan Tuhan, akan kembali dipertemukan disertai cinta dan kasih-Nya di surga. Dan cinta yang tulus juga disertai pengorbanan, akan selalu abadi di atas semuanya. “Cinta Pasangan Dari Surga”.


“Aku mencintaimu atas nama Tuhanku, maka izinkan aku bersanding denganmu atas nama Tuhanku pula..”




by : Della Annissa Permatasari
2008

Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Essai "CACAT!"

“Ing ngarso sung tulodo. Ing madya mangun karso. Tut wuri handayani”. Masih ingatkah Anda pada slogan itu? Ah, mungkin sebagian besar sudah lupa, atau bahkan memang tidak tahu sama sekali. Acungkan tangan tinggi-tinggi bagi Anda yang mengetahuinya!

Bingo! Itu adalah slogan pendidikan kita. Disediakan reward bagi yang mengetahui makna slogan tersebut. Oke, hanya bercanda! Saya tidak memiliki cukup biaya untuk menghadiahkan ratusan reward bagi Anda semua, karena saya yakin Anda tahu makna slogan terkenal itu. Benar begitu, bukan?

Baiklah, biar saya perjelas kembali! “Ing ngarso sung tulodo. Ing madya mangun karso. Tut wuri handayani” bermakna “di depan memberi teladan, di tengah ikut serta membangun masyarakat, di belakang memberi dorongan dan dukungan”. Meski sederhana, rangkaian kata-kata itu mampu menerbitkan makna yang luar biasa. Apakah Anda berpikir seperti itu?

Slogan pendidikan kita, seperti kata anak-anak muda zaman sekarang, memang T-O-P banget. Ki Hajar Dewantara beserta gelarnya sebagai “Pahlawan Pendidikan” mampu menggubah suatu bentuk slogan yang hebat. Tetapi, apakah benar kondisi pendidikan di negeri berslogan dahsyat itu sesuai dengan apa yang disebutkan dalam slogannya?

Mungkin sebagian besar orang akan tertawa atau meratap miris mendengar slogan itu sambil membayangkan kenyataan yang memang benar-benar terjadi saat ini. ”Slogan apa itu? Dengar saja tidak pernah!”, “Cih, sama sekali berlawanan!”, “Ooh, itu slogan ya? Aku kira peribahasa!”, dan berbagai komentar lainnya yang sama sekali tidak diharapkan. Bolehkah saya bertanya sesuatu? “Apa Anda termasuk dari orang-orang yang berkomentar seperti itu?”

Inilah saatnya kita melirik diri dan renungi. Apakah slogan itu memang benar adanya, ataukah hanya sebuah bualan yang kita bangga-banggakan pada bangsa lain? Terlalu tebalkah kulit muka kita jika memang benar seperti itu? Mari tengok peristiwa-peristiwa beberapa ratus tahun yang lalu. Pikirkanlah sejenak ketika Raden Ajeng Kartini dengan segenap harga dirinya memperjuangkan keberadaan kaum wanita di dunia pendidikan yang pada saat itu bahkan dianggap racun dan pantang dicicipi oleh para perempuan pribumi. Atau ketika perjuangan pemuda Indonesia dalam mendirikan banyak perkumpulan pendidikan seperti Budi Utomo, Tri Koro Dharmo, Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia, Pemuda Kaum Betawi, Jong Sumatranen Bond, Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Islamieten Bond, Gerakan Pemuda Anshor, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia, Perhimpunan Indonesia, dan banyak lagi yang lainnya. Apakah perjuangan-perjuangan penuh pengorbanan itu hanya termanifestasikan dengan keadaan pendidikan sekarang ini yang…miris?

Pada hakikatnya, pendidikan memiliki dua aspek penting, yaitu kognitif yang berarti berpikir, dan afektif yang berarti merasa. Namun apakah pendidikan di Indonesia ini benar-benar mengandung dua aspek penting itu?

Pendidikan di Indonesia ini, ternyata sangat tidak memperhatikan aspek afektif. Anda tahu kenapa? Karena kita hanya tercetak sebagai generasi-generasi yang pintar namun tidak memiliki karakter-karakter yang dibutuhkan bangsa ini. Jika dahulu para pejuang kita dicap “bodoh” tapi memiliki semangat nasionalisme yang mengalahkan tingginya puncak Himalaya, maka keadaan yang menimpa kita kini adalah sebaliknya. Guru dan bahkan orangtua manapun pasti akan berdecak bangga jika murid dan anak mereka mendapat nilai A dalam Bahasa Inggris, Matematika, atau Kimia. Tapi pernahkah Anda mendapati orangtua yang memarahi anak mereka hingga berjam-jam hanya karena nilai C dalam mata pelajaran PKn? Maka jawabannya adalah jarang.

Ah, berbicara mengenai nasionalisme! 14 Agustus 1961 adalah salah satu peristiwa dari puluhan peristiwa yang amat penting bagi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia. Anda tahu itu hari apa? Applause bagi Anda yang mengetahuinya! Itu adalah Hari Pramuka. Lalu tahukah Anda mengenai kewajiban yang seharusnya kita laksanakan pada setiap tanggal 14, khususnya tanggal 14 Agustus? Memakai pakaian pramuka, itulah jawabannya! Bahkan dahulu berlaku sebuah peraturan di mana semua pengajar di nusantara diwajibkan untuk mengenakan pakaian pramuka dengan sanksi yang berat bagi para pelanggarnya. Lalu ke manakah tenggelamnya peraturan itu? Bukan saya bermaksud untuk mempromosikan pramuka dalam kesempatan ini, namun tengoklah barang sebentar saja potret rusaknya nasionalisme bangsa Indonesia kini! Bahkan pernah suatu ketika, saat saya mengenakan pakaian pramuka tanggal 14 lalu, hampir semua siswa di sekolah memandangi saya dengan tatapan heran dan sebagian besar tidak dapat diidentifikasikan, apakah itu tatapan meremehkan, atau menghina. “Kalau harus memakai baju pramuka setiap tanggal 14, suruh anggota Pramuka saja yang memakainya!”, kata seorang siswi sehingga saya harus memelototinya untuk membuat ia bungkam. Bahkan ada seorang pengajar yang menanyakan alasan saya mengenakan pakaian pramuka, entahlah kenapa, tapi saya yakin kalau beliau memiliki kalender!

Betapa merosotnya semangat nasionalisme dan patriotisme dalam diri bangsa kini. Tanamkan nasionalisme pada anak sejak dini, bahkan sejak mereka masih dalam gendongan orangtua. Itulah kunci dari persoalan ini. Angkat tangan kanan Anda dan berjanjilah untuk melakukan itu jika kelak Anda telah menjadi orangtua! Bukankah mereka yang kelak akan menerima warisan negeri ini?

Masalah pendidikan di Indonesia yang selanjutnya yaitu kemiskinan. Kata ini rasanya menjadi kata yang wajib dicantumkan dalam tragedi keterpurukan Indonesia, baik itu dalam urusan ekonomi, terutama pendidikan. “Enak ya rasanya kalau kita pake baju yang samaan dengan teman, pagi-pagi dibangunin sama ibu, dibuatkan sarapan, lalu kita dipakaikan sepatu yang bagus, ingin sekali rasanya menggendong tas di punggung, dan berangkat bareng-bareng teman ke sekolah”. Apa yang Anda rasakan ketika mendengar ucapan itu? Ucapan yang terlontar begitu saja dari mulut anak-anak miskin yang kebetulan dianugerahi nasib yang tak seberuntung yang Anda miliki. Beruntunglah bagi anak-anak yang kehidupannya serba berkecukupan sehingga bisa sedikit saja mencicipi pahit-manisnya menjadi pemain dalam film berjudul “ Kehidupan Sekolah”. Lalu bagaimana dengan nasib anak-anak miskin itu?

Mungkin akan sedikit berbeda alur kondisinya jika para pemerintah bisa lebih tegas membasmi persoalan kemiskinan yang ruwet ini. Diadakannya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) memang sedikitnya dapat menjadi jalan pintas. Tapi tak jarang sekali para “tikus” pemerintah memanfaatkan “kesempatan dalam kesempitan” untuk kepentingan mereka sendiri. Yah, orang yang sibuk mengumpulkan keuntungan untuk hidupnya sendiri takkan mampu menangani, bahkan menyentuh masalah orang lain. Tak peduli apapun yang dikatakan orang-orang, apakah itu “Ya terserah anaknya lah, kalau anaknya gak mau sekolah, pemerintah juga gak bisa ngapa-ngapain”, “Pendidikan di Indonesia? Nggak tau ah, no comment!”, atau “Pendidikan di Indonesia, ya? Mm, emang kayak gimana gitu?”, atau berbagai komentar lainnya, bagaimanapun juga pemerintah menggenggam peranan yang amat penting dalam menentukan kecemerlangan dan keterpurukan bangsa. Silahkan acungkan tangan bagi Anda yang setuju dengan pendapat saya! Untuk Anda yang telah mencanangkan diri menjadi bagian dari pemerintahan suatu saat nanti, saya minta jadilah pemerintah yang jujur, kreatif, tegas, dan dapat diandalkan!

Masalah selanjutnya yaitu kemalasan yang kronis. Masalah ini tentu menjadi induk dari semua masalah pendidikan yang ada. Sifat pemalas yang bahkan ada dalam diri saya yang menulis tulisan ini, memang menjadi penyakit dan hama yang mematikan bagi seluruh orang, khususnya generasi muda. Generasi muda sekarang ini sebagian besar lebih mendewa-dewakan kesenangan dunia, meski tak sedikit pula yang mengistimewakan pendidikan. Ajaklah anak-anak muda kini mengikuti les selama satu jam, dan ajak pula mereka pergi ke sebuah mall selama dua jam. Tengok ekspresi mereka! Maka dengan wajah berseri-seri mereka akan mau dengan repotnya berjalan-jalan di mall daripada hanya duduk memperhatikan ucapan-ucapan guru atau rumus-rumus rumit di papan tulis. Bukankah ada pepatah dari Albert Einstein : “Agama tanpa ilmu adalah buta. Ilmu tanpa agama adalah lumpuh”? Agama merupakan bagian dari ilmu, dan ilmu merupakan bagian dari agama, bukan begitu? Anak-anak muda yang hidup tanpa disertai ilmu, akan dengan mudah menjauh dengan sendirinya dari agama. Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan menerbitkan sifat hedonis dan bahkan mendekatkan kita sebagai pemuda pemikul beban bangsa pada sekularisme. Bukankah itu akan sangat berbahaya? Oleh karena itu, mari sama-sama (beserta saya pula) menghilangkan sifat malas dan gunakan kesempatan hidup untuk mencangkul tanah ilmu pengetahuan serta ilmu agama.

Bila pendidikan bangsa ini rendah, generasi yang dihasilkan pun tentu akan rendah pula. Bangsa ini membutuhkan generasi yang selain memiliki kecerdasan intelektual, juga memiliki karakter yang dapat membangkitkan kemajuan bangsa. Bangsa ini tidak membutuhkan generasi yang hanya bisa berdiam diri menunggu perubahan dengan mottonya “biarkan waktu yang menjawab semua” tanpa berusaha mewujudkan perubahan itu dengan tangan dan keringatnya. Oleh karena itu, ini adalah tugas kita untuk mengubah nasib bangsa yang sudah terperosok jauh ini. Para pendahulu kita telah mewariskan beban masa depan bangsa ini, maka mau tak mau kita harus melaksanakan tugas tersebut. Bangkitkan pendidikan dengan belajar dan berusaha keras. Agar kelak, kita akan dibutuhkan oleh bangsa ini, bahkan oleh dunia.





by : Della Annissa Permatasari
Cianjur, 17 Oktober 2011

Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

If I Could

If I could catch a rainbow,
I would do it just for you.
And share with you its beauty.
On the day you're feeling blue.

If I could build a mountain,
you could call your very own.
A place to find serenity,
a place to be alone.

If I could take your troubles,
I would toss them in the sea.

But all these things I'm finding are impossible for me,
I cannot build a mountain,
or catch a rainbow fair..
But let me be... what I know best,
a friend that always there...




from : cover of a Note book
Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SNOW WHITE (DEIDARA)

Pada suatu hari ketika musim salju, seorang ratu sedang menjahit dan tanpa sengaja jarinya terkena jarum dan berdarah."Yee, orang aku pakai mesin jahit kok…"

Tiba-tiba mesin jahitnya meledak! Bunyinya BUM! Ruangan sang ratu menjahit hancur berkeping-keping, mesin jahit itu hancur lebur, ruangan-ruangan di sebelahnya rusak parah, saluran listrik, air, gas, telpon, internet, satelit, dan eee… sambungan telpon dengan benang, semuanya nonaktif. Bisa dibayangkan dong gimana keadaan sang ratu… Jari sang ratu terkena jarum dan berdarah.

Sang ratu melihat tetesan darah yang terjatuh di atas salju putih.

"Seandainya saja aku memiliki anak perempuan yang seputih salju, semerah darah, dan sekuning bingkai jendela itu."Kata ratu Kurenai.

Pein : "Disana nggak ada bingkai jendela, sungguh."Kata Pein merasa tak melihat sebuah jendela di atas panggung.

Beberapa tahun kemudian sang ratu melahirkan anak perempuan yang sesuai keinginannya. Kulitnya merah, matanya kuning, dan rambutnya putih.


Sang ratu nggak ingin anak seperti itu, jadi kelahiran anaknya tadi dibatalkan.

Kemudian ia menggambarkan gambar anak yang diinginkannya, berkulit putih kemerahan dan berambut kuning seperti bingkai jendela itu.


Hidan : "Bingkai jendela yang mana sih?" Hidan juga merasakan hal yang sama seperti Pein.

Sang ratu kemudian menyerahkan draft itu ke desainer dan kemudian desainer menyerahkan pada dokter. Sang ratu melahirkan anak sesuai keinginannya, dan anak itu dinamai Deidara. Tidak lama kemudian sang ratu meninggal, kematiannya dimungkinkan karena keracunan, sebab ditemukan zat pewarna putih, kuning, dan merah di rahimnya. Kuningnya seperti bingkai jendela itu.


Konan :"Bingkai yang di dekat vas itu bukan?" Konan menebak-nebak.

Raja Kabuto yang mengetahui kematian istri yang sangat dicintainya sepenuh hati shock berat, karena itulah ia menikah lagi dengan wanita cantik yang ia pilih dari seluruh penjuru dunia, saking shocknya.

Meskipun cantik, wanita itu agak aneh. Ia sering bicara sendiri dengan cermin, padahal di kerajaan nggak ada cermin. Karena itu ia mendatangi toko cermin.

"Mas, ada cermin yang enak diajak omong nggak?"Tanya Ratu Orochimaru kepada si penjual cermin.

Penjual cermin berpikir, dia ini pasti ratu talking-to-mirror-mirror-hanging-on-the-wall-you-do-not-have-to-tell-me-who-is-the-biggest-fool-of-all yang dinikahi raja Kabuto. Tapi bagaimanapun juga ia sangat menghormati raja Kabuto.

"Hei, ratu bodoh! Kalau mau cermin ke belakang sana! Apa? Gitu aja minta diantar? Manja!"

Ratu Orochi sangat terkejut, ia menangis…

"Ternyata ada juga yang tahu kalau aku ini bodoh, aku sangat terharu…"
Ratu Orochi kemudian tiba di ruangan penuh cermin. Ia mengajak salah satu cermin bicara.

"Cermin-cermin di dinding, siapakah gadis yang paling cantik?"
Cermin itu kemudian menjawab.

"Hei, siapa yang kamu maksud? Aku?"

"Yaaa… Iyalaaah…"

"Kalau gitu jangan pakai jamak, dasar ratu bodoh!"

"Wah kamu juga tahu kalau aku bodoh! (senang) Baiklah, cermin di dinding, siapakah wanita yang paling cantik?"

"Tergantung…"

"Tergantung?"

"Kamu sudah melakukan hal itu dengan raja belum?"

"Hal itu? Hal yang… Itu? I… tu… Eh, gimana yaaa… Belum…"

"Heh (menyindir), dasar anak-anak."

"Apa maksudmu?"

"Kamu nggak tahu ya? Aku dengan istriku sudah melakukan itu puluhan kali."

"Puluhan kali? Melakukan apa? Gimana?"

"Sudah ah, aku nggak mau menanggapi anak kecil. Bye."

"…"

Ratu Orochi masih agak bingung. Ia pun memilih cermin lain.

"Cermin, apakah aku paling cantik?"

"Tidak."

"Apa aku cantik?"

"Tidak."

"Apa aku cantik?"

"Tidak."

"Apa kamu bisa berbicara yang lain selain tidak?"

"Coba lagi."

"Apa aku cantik?"

"Tidak."

"…"
Ratu Orochi merasa pernah melihat hal yang sama di acara televisi kerajaan.

Ratu Orochi pun pasrah dan meninggalkan toko. Seketika ia kembali ia dibelikan cermin oleh raja Kabuto. Ia senang dan mulai mengajak cermin itu bicara.

"Oh cermin yang tergantung di dinding, siapakah wanita yang paling cantik?"

"Thou, O Queen, art the fairiest of all!"

Ratu Orochi tidak tahu bahasa asing, tapi ia sangat senang karena ia baru kali ini mendengar cermin berbicara. Raja Kabuto yang mengetahui itupun jadi senang.

"Ternyata ia memang suka dengan cermin talking-only-thou-punctuation-o-queen-punctuation-art-the-fairiest-of-all-exclamation yang kubelikan."Kata raja Kabuto bangga.

Tetapi hal itu tidak lama, tujuh tahun setelah itu (itu lama yo…) Deidara telah menjadi gadis kecil yang cantik. Kulitnya yang putih kemerahan menjadi sangat indah, dan rambutnya yang kuning menjadi sangat menyerupai bingkai jendela itu.


Tobi :"Kalau bukan yang di dekat vas berarti yang mana?" Tobi bertanya dengan wajahnya(?) yang polos .

Ketika ratu baru Orochi (sudah tujuh tahun, sudah lama berarti) itu mencoba berkata pada cermin, ia terkejut.

"Oh cermin yang tergantung di dinding, siapakah wanita yang paling cantik?"

"Thou art fairer than all who are here, Lady Queen. But more beautiful still is Deidara, as I ween."

"Apa? Mengapa bicaramu berganti jadi panjang? Pendek aja aku nggak ngerti!"

Raja Kabuto yang mengetahui hal itu cukup kecewa juga.

"Kenapa ia tidak suka dengan cermin talking-only-thou-art-fairier-than-all-who-are-here-punctuation-lady-queen-full-stop-but-more-beautiful-still-is-deidara-punctuation-as-i-ween-full-stop yang baru? Padahal cermin itu lebih mahal?"Keluh Raja

Ratu Orochi menjadi marah kepada Deidara karena namanya disebut di cermin. Ia pun menyuruh assassin Kisame untuk membunuh Deidara dan membawa hatinya sebagai bukti.

"Hei, ass! bunuh Deidara dan bawa kesini hatinya."Perintah Ratu Orochimaru pada Kisame.

"Kok aku dipanggil ass, sih? Ya udah, nggak papa, nggak ada yang senang kalau aku hidup."Kata Kisame kemudian pundung di puas pundung,ia pun berdiri.

Kisame pergi dengan langkah lemas.

Tidak butuh waktu lama untuk Kisame menemukan Deidara, Deidara berada di depan pintu kamar ratu.

"Hai, asin! Mau nemuin mama ya,un?"Tanya Deidara sambil senyum so cute.

"Mengapa sekarang aku dipanggil asin? Nasibku…"Kata Kisame lemas

"Kenapa, asin?"

"Nggak papa, kalau gitu aku nemuin mamamu dulu ya…"

"Oke deh kalau gitu…"

Kisame kembali ke kamar ratu.

"Ratu mencari saya? Atau saya mencari ratu?"Tanya Kisame sambil garuk-garuk lubang hidungnya(?)

"Lho, udah kembali kamu. Gimana ass? Udah dapet hatinya Deidara?"Kata Ratu Orochimaru antusias

"Eh, hati? Hati… Oh! Err… Anu…"Kisame panic,ia merasa belum mengambil hati milik Deidara.

"Wow! Apakah bola yang kamu pegang itu hatinya Deidara? Bagus sekali kerjamu. Nanti bayarannya kukirim ke rekeningmu."Kata Orochimaru kemudian mengambil bola di tangan Kisame.

Itachi : "Sejak kapan Kisame bawa bola?"

Kisame heran juga, ratu kan tahu kalau ini bola? Tapi nggak papa lah, setidaknya ia nggak jadi membunuh seseorang, ia takut dosa.

Tiba-tiba Deidara masuk kamar ratu.

"Mama, Deidara mau main dulu ya,un…"

"Baiklah, Dei. Hati-hati ya…"

"Dah mama…"

"Dah Dei…"

Kisame yang melihat itu heran, kayaknya ada sesuatu yang… Sudahlah.




Sasori : "Kok habis?Gue kan belum muncul?"

Kushi : "Lho, katanya sudahlah, ya sudah, sudah habis."


Deidara :"Yaaa… Nggak bisa gitu,un ! Dei barusan muncul nih,un !

Kemudian Deidara yang kesepian di hutan kebingungan.

Tobi : "Kok Dei senpai bisa di hutan? Sebelumnya dia kan di istana?


Kemudian Deidara yang kesepian di istana kebingungan.

Pein :"Di istana kok kesepian? Ramai ah…"


Kemudian Deidara yang tidak kesepian di istana kebingungan.

Kakuzu : "Nggak kesepian kok kebingungan?Nggak ada duit itu baru kebingungan.."


Kemudian Deidara yang tidak kesepian di istana tidak kebingungan.

Konan :"Kalau nggak kebingungan ngapain?"

Pein :"Yaa..Konan maunya ngapain.."*kedip ting ting ke Konan*

All : *sweatdropped*


Kemudian Deidara kebingungan bagaimana bisa dia yang sebelumnya berada di istana yang tidak sepi jadi tidak membuatnya kebingungan tiba-tiba berada di hutan yang sepi yang membuatnya lebih bingung lagi.

Akatsuki : *sweatdropped*

Hari sudah semakin sore, Deidara yang tersesat di hutan kebingungan, dia terus berlari.

"Bagaimana ini ,un ? hari semakin sore, garis finisnya masih tidak kelihatan,un…"

Setelah lama dia melihat kotej yang ukurannya kecil, kotej itu sangat kecil sehingga semua perabotannya ditaruh di luar. Disana ada meja yang diatasnya ada 7 piring kecil dengan warna berbeda-beda, ada merah, merah kemerahan, merah kemerah-merahan, merah berbintik merah, merah bergaris merah, putih berlapis merah, dan hitam yang dicat merah. Di atas piring itu hanya ada tepung, tepung, dan tepung.

"Apaan sih ini,un? Semua piring kok isinya tepung,un? Nggak ada sendok lagi, adanya sumpit,un!"Omel Deidara

Bagaimanapun juga, karena ia kelaparan semua tepung itu dimakannya (dengan sumpit).

Kemudian ia tertidur karena makan puding rasa obat tidur.

Tiba-tiba ada 7 kurcaci yang kelihatannya habis pulang bekerja. Mereka kaget ketika membuka pintu kotejnya.

"Siapa yang duduk di kursiku?", Tanya kurcaci yang bermuka bokep itu sambil duduk di kursinya.

"Siapa yang makan di atas piringku?", Tanya satu-satunya kurcaci bergender wanita berambut biru itu sambil kebingungan mencari piringnya.

"Siapa yang memakan rotiku?", Tanya kurcaci berwajah keriput*plaak!* sambil makan roti.

"Siapa yang memakan sayurku?",Tanya Hidan Kurcaci ke empat. ketika ia melihat Itachi makan roti ia meralatnya, "Siapa yang memakan rotiku?"

"Siapa yang menggunakan garpuku?" Tanya Zetsu putih… "Kapan aku punya garpu?" Zetsu hitam bingung.

"Siapa yang memotong dengan pisauku?",Tanya Tobi ia bertanya sambil menggesek-gesekkan pisaunya ke tangannya(?), "Aduh!"

"Siapa yang minum menggunakan mugku?" … "Jangan dijawab! Aku tidak bertanya padamu!"Marah Kakuzu.

Kemudian ketujuh kurcaci itu tersadar, di dalam kotejnya kan nggak ada apa-apa…

Kayaknya mereka kurang tidur, ketika mereka menuju tempat tidur, mereka kaget.

"Siapa yang habis tidur di tempat tidurku?" Konan bertanya.

"Bukan, bukan aku!" Pein menyangkal.

"Siapa yang bertanya padamu?" Hidan bertanya.

"Bagaimana kamu bisa tahu Konan tidak bertanya pada Pein?" Itachi bertanya.

"Kenapa sampai sekarang aku nggak punya tempat tidur?" Zetsu bertanya.

"Tempat tidur? Apa itu tempat tidur?" Kakuzu bertanya.

"Hei, ada yang tidur di tempat tidurku!" Tobi tidak bertanya.

Keenam kurcaci lain melihat tempat tidur Tobi, disana ia melihat ada seorang gadis yang tertidur pulas.

"Lihatlah, cantiknya gadis itu!" Kakuzu berkata.

"Iya, cantik." Zetsu mengiyakan.

"He! Ojok mbebek ae kon! (Hai! Jangan mengangsa saja kau!)" Pein menghardiknas.

"Apa? Aku cantik?" Hidan bertanya , pertanyaan retoris.

"Kamu bukan gadis yoo…" Konan mengklarifikasi.

"Diam, diam, nanti gadis itu bangun, kasihan dia." Itachi menasehati teman-temannya.

"Aku harus ngomong apa ya?" Tobi bingung.

Ketujuh kurcaci tersebut kemudian tertidur pulas di kasur masing-masing.

"Hei, aku harus tidur dimana?" Tobi akhirnya tahu apa yang harus dikatakan.

Esoknya, Deidara terbangun dan kaget melihat kurcaci.

"Hai, aku kaget lho,un…"Kata Deidara lebay.

Ketujuh kurcaci tersebut ikutan terbangun.

Pein :"Ah"

Konan : "rupanya"

Hidan : "kamu"

Kakuzu : "sudah"

Zetsu :"terbangun"

Itachi :"dari"

Tobi :"tidurmu."

(kata-kata tersebut diucapkan secara berurutan oleh kurcaci)

"Kalian pemilik kotej ya,un? Maafkan aku, aku telah memakan semua tepung kalian,un…
Tapi kalian kok makannya tepung,un?"Tanya Deidara bingung.

Pein :"Ah itu… Nggak papa… Nggak tahu juga, setelah kami memberikan makanan ternak, menyiram sayuran, atau mengambil hasil panen, warga memberi kami tepung…"

Kakuzu : "Iya, habis murah kayaknya…"

Konan :"Baca guide dari mana sih?

Zetsu : "Iya, padahal nggak enak…"

Hidan : "Kadang-kadang mereka juga datang siang-siang…"

Itachi : "Minta relaxation tea leaves lagi."

Tobi :"Iya, budum."

All :... Budum?

Tobi : "Ah iya, kok aku bisa ngomong budum ya?"

"Sebenarnya nggak tahu kenapa aku bisa ada di hutan ini, aku nggak tahu jalan pulang,un. Boleh aku tinggal disini,un?"

Pein :"Asalkan kamu bisa mengurus rumah",

Konan :"masak",

Zetsu : "membersihkan tempat tidur",

Kakuzu : "cuci baju",

Hidan :"menjahit",

Itachi "menyulam",

Tobi : "dan membersihkan rumah, kami bisa kami anak baek !"

"Ah, aku bisa, tenang saja,un."Deidara pun mengangguk

"Baiklah kalau begitu." Kurcaci manapun yang ngomong nggak penting.*digeplak Akatsuki*

Esoknya, ketika kurcaci itu pulang dari membantu pertanian warga…

Bukan warga sih, tepatnya seseorang yang memakai topi biru dan tas ransel kuning…
….

Kakuzu :"Hei, pekerjaan kurcaci itu bertambang tahu!"

Sudahlah, ketika mereka pulang mereka melihat rumah mereka (masih) berantakan.

"Deidara! Mengapa semuanya masih berantakan?"Pein marah-marah.

"Hah? Memang dari tadi gitu kok,un…"Kata Deidara sambil asik main PS (?)

"Bukannya kamu harus membereskan rumah?" Tanya Konan kemudian.

"Hah? Kenapa harus aku,un?"

"Kan perjanjiannya gitu, kamu harus bersihin rumah untuk tinggal disini…"Tambah Hidan.

"Hah? Bukannya kalian bilang asalkan aku bisa mengurus rumah dan lain-lain,un? Aku bisa kok, tapi kenapa juga aku harus mengerjakannya untuk kalian,un?"

"Eee… Bila kau bilang seperti itu benar juga…"

Kemudian kurcaci-kurcaci itu menyesal tidak bisa meralat apa yang telah dituliskan pada cerita ini karena mereka nggak memiliki hak akses administrator.

Dari hutan kita beralih ke istana raja Kabuto. Ratu Orochi senang karena kali ini cermin yang dimilikinya berbahasa Indonesia.

"Oh cermin yang tergantung di dinding, siapakah wanita yang paling cantik?"

"Tentu saja anda, wahai ratu."

"Terima kasih cermin, kalau yang paling ganteng?"

"Tentu saja anda, wahai ratu."

"Kok…? Kalau yang paling jelek?"

"Tentu saja anda, wahai ratu."

"… Paling idiot?"

"Tentu saja anda, wahai ratu."

"Apa maksudnya semua ini? Ini semua pasti gara-gara Deidara masih hidup dan bersembunyi di hutan! Aku akan membunuhnya sekarang juga!"

Kemarahan ratu Orochi sangat memuncak, ia pergi ke rumah penyihir dan mencari cara untuk membunuh Deidara.

"Tentu saja anda, wahai ratu."


Ratu Orochi mendapatkan cara untuk membunuh Deidara dari penyihir yang ia temui di perempatan dekat pasar. Ia menyamar sebagai pedagang keliling dan menjual kalung ke Deidara.

"Wahai gadis yang cantik, maukah kau membeli kalung ini?"Tawar ratu Orochi pada Deidara

"Kalung yang cantik sekali ya mama, eh, pedagang keliling. Aku beli deh,un."Kata Deidara tertarik.

"Baiklah, akan kukenakan kalung ini ke lehermu."

Ratu Orochi memakaikan kalung itu ke Deidara. Karena ingin membunuhnya, Ratu mencekik leher Deidara dengan itu. Deidara pingsan dan Ratu kabur kembali ke istana.

Deidara terbangun, "Dasar penjual aneh,un, masa kalung diikatkan ke tangan sih,un? Ngikatnya keras lagi, untung nggak di leher, bisa bahaya tuh,un."

Deidara kemudian kembali ke rumah kurcaci dengan darah mengucur deras dari nadinya.

Ratu kemudian bertanya lagi pada cermin.

"Oh cermin yang tergantung di dinding, siapakah wanita yang paling cantik?"

"Tentu saja anda, wahai ratu."

"Apa? Deidara masih hidup! Kurang ajar! Sekarang pasti akan kubunuh dia!"

"Tentu saja anda, wahai ratu."

Kemudian ratu menyamar menjadi seorang nenek dan menjual sisir beracun ke Deidara.

"Wahai gadis yang berambut bagus, mau sisir?"

"Boleh juga mama, eh, pedagang keliling, eh, nenek penjual sisir."

Ratu kemudian menyisir rambut Deidara dengan sisir itu.

Sesaat kemudian Deidara pingsan. Ratu kembali ke istana dengan perasaan senang.

Deidara terbangun, "Dasar nenek, kok yang disisir rambut yang lain sih,un (yang mana?). Aku sampai pingsan karena geli,un."

Deidara kemudian kembali ke rumah kurcaci.

Pein :"Tunggu, pada adegan tadi rambut bagian mana yang disisir?"

Di istana Ratu bertanya lagi pada cermin, tapi sebelumnya ia haus.

"Pelayan, ambilin minum dong!"

"Tentu saja anda, wahai ratu."

"Apa? Masih belum mati! Argh! Sekarang pasti!"

"Tentu saja anda, wahai ratu."

Pelayan datang tapi ratu keburu pergi.

"Lho, kemana sang ratu?"

"Tentu saja anda, wahai ratu."

Kemudian ratu menyamar menjadi seorang nenek, kali ini jualan apel beracun.

"Mau?"

"SMS sesama operator masih gratis? SMS ke operator lain 100 rupiah,un? Eh, bukan ya,un…"

"Duh, jangan iklan dong. Apel nih, mau nggak?"Kata ratu Orochi kemudian.

"Mau dong mama, eh, pedagang keliling, eh, nenek penjual sisir, eh, nenek penjual apel,un."

Deidara kemudian memakan apel itu. Tidak lama kemudian dia pingsan.

"Hahaha, yang ini pasti mujarab. Kembali dulu ah."

Kali ini berbeda, Deidara tidak bangun-bangun.

Para kurcaci yang baru pulang kaget, mereka kira Deidara mati dan meletakkannya di peti kaca.

Lho, nggak dipastikan dulu? Siapa tahu masih hidup?

Kakuzu :"Nggak mau ah, dia cuma ngerepotin mbak… Kalau masih hidup beneran gimana? Repot kan?Biaya bulanan juga makin besar gara-gara ada dia. Mbak sih enak, cuma jadi narator, ngomong doang."

… Duh, aku sih pinginnya jadi cermin yang cuma bisa ngomong "Tentu saja anda, wahai ratu." itu…

Sudah lama Deidara tersimpan di lemari es… Eh bukan ya? Peti kaca ding.

Dia tidak terlihat seperti seseorang yang telah meninggal. Dia tetap seputih salju, semerah darah, dan rambutnya sekuning bingkai jendela itu.


Zetsu :"Jangan-jangan bingkai di tempat lain…"

Suatu hari pangeran kerajaan tetangga yang bernama Sasori tiba di hutan tempat kurcaci-kurcaci itu, dia kebingungan juga kok bisa tiba-tiba ada disana.

Ia melihat peti kaca Deidara dan tertarik untuk membawanya. Ia membaca tulisan emas di peti itu.

"Dijual cepat, 10 ribu bisa nego." (yang buat Kakuzu)

Pangeran Sasori membeli peti Deidara, dengan nego dulu tentunya. Sebenarnya para kurcaci merasa berat dengan kepergian Deidara itu.

Itachi :"Ya jelas berat, kita disuruh mengangkat peti ini sampai kerajaan. Dasar pangeran pelit."

Tiba-tiba ditengah jalan peti itu terjatuh karena dibuang oleh para kurcaci.

All :"… Itu sih bukan terjatuh namanya….==" "

Kakuzu :"Berat tahu! Kamu kan nggak bayar biaya pengantaran. Udah ah, kami mau pesta teh, musim semi nih!"

Sasori :"Tunggu dulu! Terus bagaimana aku bisa membawanya?"

Peti yang jatuh itu terbuka dan Deidara terjatuh. Dari mulutnya keluar potongan apel beracun itu.

"Aduh sayang nih,un!"

Deidara memakan kembali apel itu. Kali ini baru racunnya bekerja, tadi sih Deidara bukan pingsan, tapi tidur.

"Lho kok pingsan lagi?"

Pangeran Sasori menggendong Deidara sampai ke kerajaannya. Sampai di kerajaan, Deidara terbangun.

"Terima kasih tumpangannya,un."

"Lho? Jadi kamu tadi tidak pingsan ya?"Tanya Sasori kaget.

"Kenapa aku harus pingsan,un? Kamu pingin aku pingsan ya,un?"

Kemudian Deidara pingsan. Ratu kerajaan itu tidak sengaja melihatnya.

"Anakku! Apa yang kau lakukan pada gadis itu? Kamu telah menghamilinya ya?"Seru Kurenai histeris.(Kurenai dapet peran ganda)

"Apa? Kalau begitu maafkan aku ibu! Aku akan bertanggung jawab!"Kata Sasori kemudian berlutut di depan ibundanya.(Deidara dibuang begitu saja ke empang depan istana)

Deidara : "Heeey!"

Kemudian Deidara dan Sasori akan dinikahkan.

Di lain tempat,ratu Orochimaru sedang berbicara pada cermin.

"Oh cermin yang tergantung di dinding, siapakah wanita yang paling cantik?"

"Tentu saja anda, wahai ratu."

"Apa! Deidara menikah dengan pangeran kerajaan lain? Kurang ajar, masih hidup saja dia!"

Ratu pergi ke kerajaan tetangga dengan amarah yang memuncak.

"Tentu saja anda, wahai ratu."


Sesampainya di kerajaan tetangga, ratu (mama Deidara, tapi bukan manajernya kayak yang di suatu acara TV) melihat pernikahan Deidara dengan pangeran kerajaan itu. Ia mendekati Deidara dan akan mengucapkan mantera kutukan.

"Deidara! Ternyata kau ada di sini!"Marah ratu Orochimaru.

"Pedagang keliling, eh, nenek penjual sisir, eh, nenek penjual apel, eh, Mama,un?"Seru Deidara kaget.

"Deidara… Mama selalu mendoakanmu, nak. Semoga kamu berbahagia dengan pangeran ini."Kata Ratu Orochi kemudian,ia berlinangan air mata(?)

"Mama… Terima kasih banyak,un."

"Ratu, maafkan aku yang telah lancang menikahi Deidara. Aku telah menghamilinya(?)…"Jelas Sasori pada ratu Orochimaru.

"Sudahlah, tidak apa-apa. Aku menunggu cucu pertamaku."

"Mama? Jadi mama tidak marah,un? Mama memang mamaku yang paling baik,un!"

"Terima kasih bibi!"

Mereka semua bahagia, termasuk semua warga yang menghadiri pernikahan mereka.

Pein : "Kalau bisa dibuat bahagia, mengapa memilih ending yang harus-ada-yang-mati?"

Kushi : "Emang tadi aku bilang gitu?"

Pein : "Tau ah! Gelap!"

Dan tidak jauh dari tempat pernikahan itu… Akhirnya… para Akatsuki melihat bingkai jendela yang berwarna kuning itu.

====FIN====




from : http://www.fanfiction.net
Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

No Titled

Listen, my dear

Only God knows why we came up
this way

We’ve already tried, but we couldn’t
fight no more

There was something we couldn’t work on

So when the day has come, let it be

Our heart will still be together

Even when we are separated

By a long, long distance

Trust me, my dear

Our love is the only precious thing

That I’ll take to my final rest…




from : a novel titled "Summer Breeze"
Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BUKAN PECUNDANG!!

Kau yang terluka?

Jangan menyesal dan jangan
pernah menyerah

Hancurkan
semua kesedihan

Tendang
semua pembual

Injak
kesombongan dan kebusukannya

Kita orang yang kuat

Kita bukan orang yang rapuh
yang harus tunduk olehnya

Kita bukan orang bodoh
yang harus diperbudak olehnya

Dan kita bukan pengecut
yang harus direndahkan
oleh sebuah

“SAMPAH”




2008
Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BESTFRIEND???

Sahabat itu ada,
ada dalam setiap tetes embun pagi,
ada dalam terang sinar rembulan malam,
ada dalam setiap gemerisik daun yang melantunkan
melodi alam

Sahabat itu satu,
satu hati,
satu kekuatan,
satu jiwa

Sahabat itu penghancur,
penghancur kesendirian,
penghancur keegoisan,
penghancur keputusasaan

Sahabat itu abadi,
meski mentari tak lagi ada dalam peraduannya,
meski langit tak lagi menampilkan lukisan malamnya,
meski laut menyemburkan amarahnya,

Sahabat kan selalu sejati,
dan akan selalu menjadi kepingan hidup yang
tak pernah tergantikan,.
untuk selamanya...



by : Della Annissa Permatasari
2008

Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Orang Bilang

Orang bilang
Negeri kita negeri agraris
Hijau terhampar di seluruh penjurunya
Teduh, memurnikan setiap nafas yang berhembus

Negeri ini bilang
Ya, aku memang agraris
Agrarisku hancur,
Tak ada lagi yang menghargai agrarisku
Hijauku berubah merah menyala yang panas
Hijauku berganti bangunan besar yang berdiri angkuh

Orang bilang
Negeri kita negeri yang kaya
Harta karun tertimbun di setiap jengkalnya
Makmur, meniupkan nafas kehidupan pada
seluruh insannya

Negeri ini bilang
Ya, aku memang kaya
Kaya dengan tikus-tikus pemakan uang
Kaya akan tumpahan lahar dan
gejolak air bah

Negeri ini bilang
Kawan, hargai aku lagi, layani aku lagi
Jangan lagi kau biarkan aku meluapkan laharku
Jangan biarkan aku menumpahkan air bahku
Dan jangan biarkan aku menggetarkan tanah pijakanmu
Karena aku adalah hidupmu
Nyawa dari keturunan-keturunanmu



by : Della Annissa Permatasari
2011

Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dramatic Chipmunk

Ini adalah video Dramatic Chipmunk! Video yang hanya berdurasi 5 detik namun telah ditonton 27 juta orang di dunia bahkan mendapatkan 93980 label suka.

Mungkin video ini terlihat sedikit konyol tapi siapa sangka video ini menjadi video berdurasi singkat yang sukses di Youtube.


Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ILUSI ???

Hey, Kawan..

Kau mau mendengarkan sebuah cerita?

Ini cerita tentang mimpiku di suatu malam

Malam yang hening dengan langit hitam sebagai latar,

dengan rasa dingin yang menjelma menjadi selimut dalam tidurku,

disertai bantal kepenatan, dan beralaskan tikar sepi

Ini mimpiku...

Mimpi yang...yah, kau bisa menyebut itu mimpi indah,

atau...

mimpi yang ironi

Aku melangkah di sebuah jalan,

jalan yang amat panjang

Mungkinkah ini jalan menuju ujung dunia?

Entahlah, aku tidak tahu

Kau tahu?

Padahal awalnya pandanganku hanya terpaku ke bawah,

hanya laju kakiku yang saat itu paling menarik perhatianku,

ketimbang kapal ferry yang bertabrakan dengan kereta api di jalan raya sekalipun

Namun di menit selanjutnya, semua berubah

Entah magnet apa yang menarikku untuk menengadah

Dan di saat itu, aku melihatnya,

sesosok makhluk yang, err...kau bisa sebut dia manusia,

atau bukan?

Karena kenyataannya dia memiliki sihir hebat yang membuatku,

terjerat akan tatapannya

Ya, dia menatapku

Di sudut jalan itu, dia memandangku,

membuatku tak menyadari laju kakiku telah terhenti sejak tadi

Dan aku, menatap sosoknya

Menatap sosoknya yang berkulit coklat, hidungnya yang mancung, dan rambutnya yang hitam sehitam bola matanya

Dan dia tersenyum,

aku tertegun

Merasakan darahku yang berdesir lembut di dalam urat nadiku,

dan degup jantungku yang entah sejak kapan telah mengalami percepatan gila-gilaan

Sungguh…

Dia…Mahakarya Tuhan yang paling indah,

bagiku

Begitu bersinar hingga aku harus memincingkan mataku saat melihatnya

Hey, jangan anggap aku berlebihan!

Kau akan berubah pikiran jika menjadi diriku

Dan…aku masih bermain dengan fantasiku ketika ia berjalan menghampiriku,

dan entah sejak kapan tiba-tiba kurasakan hangat tangannya membungkus lembut tanganku

Ia kembali tersenyum…

Manis!

Lalu ia menarikku,

membawaku ke dalam pelangi kehidupan

Berwarna…

Mengajakku menyelami sebuah samudera bernama cinta, kasih sayang, atau apalah itu

Dan aku masih mengingat bagaimana tawanya memecahkan kepayahanku waktu itu

Betapa manisnya!

Sekali lagi, aku menatap wajahnya

Membiarkan kedua mataku menjelajahi setiap detail keindahan yang dimilikinya

Biarlah otak dan hatiku menyimpan baik-baik rekaman segala tentang dirinya

Agar ketika suatu saat nanti jika aku harus terenggut darinya, aku akan selalu mengingatnya,

dan semua keindahannya yang telah mempropaganda pertahananku

Bahkan hingga ke dimensi lain

Dan…oh, aku lupa satu hal!

Siapa dia?

Malaikatkah?

Atau…inikah yang disebut kekasih Tuhan?

Aku tak tahu

Apakah kau mengetahuinya, Kawan?

Ah, jangan katakan itu!

Jangan katakan kalau ini hanya sebatas…ilusi!

Ilusi??

Hmm…yah, ilusi

Dan jika ini memang benar-benar ilusi dari mimpiku, Tuhan,

jangan pernah biarkan aku terjaga dari mimpi indah ini

Karena jika aku terbangun, aku takkan menemukan sosoknya lagi,

dan juga senyum manisnya


by : Della Annissa Permatasari
Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

I'M SORRY...

Langit sore itu begitu gelap,

bahkan bulu romaku berdiri tegak menantang gravitasi saat angin dingin hari ini menyentuh tubuhku,

membawa serpihan-serpihan ingatan yang dengan keras kepalanya selalu kembali meski aku harus membenturkan kepalaku keras-keras ke tembok untuk melupakannya

Kau tahu apa artinya itu?

Bahkan otakku pun tak sanggup untuk mengenyahkan ingatanku tentang ’dia’

‘dia’ yang mempunyai senyum sehangat surya,

‘dia’ yang memiliki tawa yang riang,

‘dia’ yang…ah, sudahlah!

Aku kehilangan kata-kata untuk mendeskripsikan dirinya

Yang jelas, film berjudul “aku yang bodoh karena menyia-nyiakan dia” kini kembali terputar di otakku

Masih segar rasanya di ingatanku, ketika dengan rajinnya dia mengirimiku pesan di setiap malam, bahkan hampir di setiap waktu

Dan kau tahu apa jawabanku?

“maaf, aku sibuk!”

Itu kata-kata andalan yang selalu kukeluarkan tatkala ia menggangguku

Ya, dia itu pengganggu!

Selalu menjadi penghalang semua yang aku inginkan!

Aku benci ocehan tidak bergunanya yang selalu membuat darahku mendidih!

Dan jika Kau memang benar-benar menyayangi hamba-Mu ini, Tuhan…

Lenyapkan saja dia dari muka bumi ini!

Oh, Tuhan tidak menyayangiku rupanya!

Malam itu, pesan pengganggu muncul lagi :

“hey, aku ganggu kamu?”

Demi Tuhan!

Jika ia ada di hadapanku sekarang, akan kubantai dia hidup-hidup!

Lalu kucongkel bola mata besarnya yang sangat memuakkan itu!

Jelas sekali kau itu mengganggu, Idiot!

Dan lagi-lagi, kukeluarkan kata-kata andalanku :

“maaf, aku sibuk!”,

membuatnya berhenti mengirimkan pesan-pesan tidak bermutu yang hanya memenuhi inbox-ku

Rasakan itu, pengganggu!

Hey, lihat!

Pengganggu telah jera dengan perbuatannya!

Beberapa hari terakhir ini, dia tidak pernah mengirimiku pesan lagi

Aku sangat bersyukur!

Tapi…entahlah, sepertinya aku merasa sedikit kesepian

Oke, oke, kuakui…

aku merindukannya

Dan…hey!

Pesan yang, err…kutunggu-tunggu itu telah datang!

Entahlah, tapi rasanya hatiku sedikit bergetar saat mengamati rentetan kata yang tersusun rapi dalam pesan itu :

“aku tidur, ya. maaf kalo selama ini aku selalu ganggu kamu, aku janji nggak bakal pernah ganggu kamu lagi… I love you”

Aku…menggerakkan jari tanganku untuk membalas pesan darinya

Namun untuk kali ini, bukan dengan kata-kata andalanku seperti biasa…

“I love you too”

Dan sekarang, di sinilah aku berdiri

Di sebuah bukit yang mulai menampakkan warna jingga karena tempaan sinar matahari

Langit sore yang tadinya gelap, kini dihiasi warna kuning dengan awan yang berarak seolah menguasai angkasa,

angin yang tadi begitu dingin, entah kenapa kini terasa lebih hangat,

sehangat ingatanku tentang dia

Kukepalkan tanganku yang sedari tadi menggenggam seikat mawar putih,

menahan sesuatu yang mulai menusuk-nusuk bagian belakang mataku

Perih rasanya, seperti ditaburi merica

Aku terjatuh bersimpuh di hadapan sebuah gundukan tanah yang berbentuk cembung,

kutatap sebuah nama yang terpatri di sebuah tanda kokoh di atas gundukan tanah itu, hingga kejelasannya mengabur terhalang air mata

Nama itu…nama si pengganggu…

kekasihku…

Kuletakkan bunga mawar yang kugenggam di atas tanah merah cembung di hadapanku,

kupersembahkan mawar ini untuk bunga matahariku,

untuk bunga jiwaku

Lalu kubelai nama di batu nisan itu,

seolah manusia yang terlelap di bawahnya bisa merasakan belaianku

Dan memang, lama sekali aku tak membelai wajah manisnya,

kini Tuhan hanya memberiku kesempatan untuk membelai batu nisannya

Bahkan aku tak sempat mengucapkan ‘selamat tinggal’,

dan aku baru menyadari bahwa pesan yang membuatku bergetar waktu itu adalah pesan terakhirnya

Dia sakit, Kawan…

Ya, dia sakit parah

Dan dia enggan memberitahuku karena terhalang oleh kesibukanku

Ada sesuatu yang mengiris-iris dadaku setiap kali kuingat sebagian isi pesannya waktu itu :

“aku tidur, ya”

Dan kenyataannya dia memang sudah tertidur, Kawan…

untuk selamanya

Kugerakkan bibirku yang bergetar untuk mengucap sesuatu,

“maaf…aku…”

Kau mengira aku akan mengucapkan kata-kata andalanku lagi?

Kalau begitu, kau keliru besar!

“aku nggak akan sibuk lagi…aku janji!”

Percuma, Bodoh!

Dia tak akan pernah bangun lagi!

Tak akan pernah bangun lagi untuk mengirimkan banyak pesan tidak berguna ke ponselku,

tak akan pernah bangun lagi untuk memberikan senyum termanisnya untukku

Kali ini aku membenarkan perkataan guruku yang semula kuanggap sangat tidak masuk akal :

“kau akan merasakan kenikmatan memiliki sesuatu manakala kau sudah tidak memilikinya!”

Dan aku…menyesal telah menyia-nyiakan kenikmatanku memiliki dia,

karena kini kusadari, bahwa dia adalah udara untukku bernafas,

“maaf, sayang…”

sinar mentari untukku hidup,

“aku sayang kamu…”

dan kerangka untukku berdiri

“maaf…”

Maaf untuk kesibukanku yang telah membunuhmu


by : Della Annissa Permatasari
Read More...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Angry Birds